Gejala penyakit jantung koroner (PJK) perlu dikenali sejak dini, agar
masyarakat dapat mencegah serangan PJK yang mengakibatkan kematian
mendadak, kata dr Isman Firdaus, SpJP, FIHA dari Departemen Kardiologi
dan Kedokteran Vaskuler FKUI/RS Jantung Harapan Kita Jakarta, Rabu.
Dalam Seminar Peringatan Hari Jantung Sedunia yang diadakan Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu, Isman mengatakan, gejala
PJK bervariasi, namun yang sering timbul adalah sakit dada kiri (angina)
dan nyeri terasa berasal dari dalam.
“Nyeri dada yang dirasakan pasien juga bermacam-macam seperti
ditusuk-tusuk, terbakar, tertimpa benda berat, disayat, panas. Nyeri
dada dirasakan di dada kiri disertai penjalaran ke lengan kiri, nyeri di
ulu hati, dada kanan, nyeri dada yang menembus hingga punggung, bahkan
ke rahang dan leher,” katanya.
Selain gejala nyeri dada, juga terdapat tanda-tanda seperti jantung
berdebar (denyut nadi cepat), keringat dingin, sesak nafas, cemas dan
gelisah.
Isman menegaskan, PJK adalah penyakit yang disebabkan ketidakcukupan
antara suplai koroner dan kebutuhan kardiomiosit akibat proses
aterosklerosis yang menyumbat aliran darah koroner. Penyebab serangan
jantung dan kematian mendadak berawal dari kerusakan endotel yang faktor
risiko utamanya adalah karena merokok, penyakit kencing manis (diabetes
melitus), tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi (dislipidemia),
keturunan.
Menurut dia, pengobatan PJK adalah meningkatkan suplai (pemberian
obat-obatan nitrat, antagonis kalsium) dan mengurangi demand (pemberian
beta bloker), pemberian pengencer darah untuk mencegah pemebekuan darah
seperti aspirin dan yang penting mengendalikan risiko utama seperti
kadar gula darah bagi penderita kencing manis, optimalisasi tekanan
darah, kontrol kolesterol dan berhenti merokok.
“Jika dengan pengobatan tidak dapat mengurangi keluhan sakit dada,
maka harus dilakukan tindakan untuk membuka pembuluh koroner yang
menyempit secara intervensi perkutan atau tindakan bedah pintas koroner
(CABG). Intervensi perkutan yaitu tindakan intervensi penggunaan kateter
halus yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah untuk dilakukan
balonisasi yang dilanjutkan pemasangan ring (stent) intrakoroner,”
katanya.
Sementara itu, dr Fiastuti Witjaksono, MS.SpGK dari Departemen ilmu
Gizi FKUI, mengatakan, diet (perencanaan makan) berperan dalam
pencegahan PJK, khususnya mengurangi risiko PJK yakni
hiperkolesterolemia (kelebihan koleterol), hipertensi (tekanan darah
tinggi) dan diabetes melitus.
“Diet terbagi atas 3 J yaitu Jumlah yakni jumlah kalori sesuai
kebutuahn, Jadwal yakni waktu makan terjadwal dengan baik dan Jenis,
yakni komposisi karbohidrat, protein dan lemak seimbang, nutrien
spesifik terpenuhi,” katanya.
Jumlah kalori sesuai kebutuhan yaitu berat ideal (tinggi badan-100)
dikalikan 1 kg atau berat idaman 90 persen dari (tinggi badan-100)
dikalikan 1 kg, serta ukuran lingkar pinggang ideal bagi wanita kurang
dari 80 cm dan pria kurang dari 90 cm. Kebutuhan kalori per hari badan
gemuk 1300-1500 kalori, sedang 1700-2100 kalori dan kurus 2300-2500
kalori.
Seminar PJK tersebut juga menampilkan pakar penyakit dalam dan
jantung FKUI, seperti dr Em Yunir, SpPD dan dr Rachmad Wisnu Hidayat,
SpKO dan dimoderatori Guru Besar FKUI Prof Dr dr Sjamsuridjal Djauzi,
SpPD, KAI.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment