Ratep
 Meuseukat diciptakan oleh Teuku Muhammad Thaib seorang ulama yang 
memimpin pusat pendidikan agama yang terdapat di Gampung Rumoh Baro desa
 Medang Ara kecamatan Blang Pidie Kabupaten Aceh Selatan. Nama Gampung 
Rumoh Baro tersebut kemudian diubah menjadi Desa Medang Ara, beliau 
pernah belajar di Samudra Pasai dan kemudian meneruskan pendidukannya ke
 Bagdad. Disana beliau menjumpai Ibnu Maskawaihi dan belajar padanya 
tentang pengetahuan Agama Islam serta pengetahuan lainnya termaksuk seni
 sebagai salah satu media dakwah. Murid-murid yang diterima di pusat 
pendidikan ini mulai dari anak-anak sampai dewasa namun terbatas bagi 
kaum wanita saja.
Untuk
 menghindari kejenuhan belajar , mereka mengajarkan agama dengan cara 
meratib yang mereka sebut Rateb Meuseukat seperti yang dilakukan oleh 
Ulama Ibnu Maskawihi, dalam gerak dan lagu yang sederhana namun sangat 
menarik. Para santri yang telah menyelesaikan pelajarannya disana 
kembali ketempat asal masing-masing, dan disana mereka mengembamgkan 
agama itu dengan menggunakan Rateb Meuseukat sebagai salah sayu metode 
dakwahnya. Salah satu daerah yang berkembang dan terus menerus 
mengadakan Rateb Meuseukat ialah daerah Betung.
Rateb
 Meuseukat terdiri dari dua kata yaitu rateb dan meusuekat. Rateb dalam 
bahasa Aceh berarti doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan kata lain 
disebut zikir. Meuseukat berasal dari nama seorang ulama dan filosofi 
Ibnu Maskwaihi bangsa Irak diBagdad. Dalam kamus bahasa Arab karangan 
Husein Djayadiningrat disebutkan bahwa asal usul Meuseukat dari kat 
Muscat, yakni ibukota Oman di Zazirah Persia. Meuseukat dalam bahasa 
Aceh berasal dari kata sakat yang berarti diam atau khusyuk. Jadi Rateb 
Meuseukat berarti “berdoa dengan khusyuk”.
Rateb
 Meuseukat pada mulanya dipergunakan untuk mengatasi kejenuhan dalam 
menerima pendidikan agama dan pengajian. Rateb disini mempergunakan 
gerakan-gerakan anggota badan yang sederhana dengan iringan lagu dengan 
syair-syair dalam bentuk sanjungan dan pemujaan pada ALLAH SWT , selawat
 atas Nabi Muhammad. Rateb Meuseukat ini dimainkn oleh 10 (sepuluh) 
orang wanita atau lebih dengan mengikuti pimpinan Teuku atau guru yang 
sekarang disebut Cahi. Kemudian pada abad ke 19 perkembangan selanjutnya
 di Kabupaten Aceh Barat Rateb Meuseukat dipimpin oleh T. aji Rakibah 
menciptakan gerak-gerak tarinya sedangkan syair dan lagunya ditangani 
oleh Teuku Cik Dikla seorang ulama seunangan (sekarang Jeram Aceh 
Barat). Pergelaran tari ini masih terbatas pada peringatan hari-hari 
besar Islam, kemudian berkembang lagi ada upacara perkawinan, melepaskan
 nazar serta upacara-upacara lain yang tidak bertentangan dengan agama.

 
 
0 comments:
Post a Comment