Rudraksha-sebutan
  jenitri di India adalah tanaman setinggi 25-30 m dengan batang tegak  
dan bulat berwarna cokelat. Sepanjang tepi daunnya bergerigi dan  
meruncing di bagian ujung. Dalam bahasa India, rudraksa berasal dari  
kata rudra berarti Dewa Siwa dan aksa berarti mata. Sehingga arti  
keseluruhan: mata Siwa. Sesuai namanya, orang
Hindu meyakini rudraksa sebagai air mata Dewa yang menitik ke bumi.
Tetesan air mata itu tumbuh menjadi pohon rudraksa.

Sejarah Pohon Jenitri Sampai Ke Indonesia
Sekitar
  150 tahun lalu orang India itu tinggal di Kauman, Kebumen. Dia  
menitipkan pohon jenitri kepada seseorang santri yang mengaji di masjid 
 daerah Kauman tersebut. Orang India itu lalu memberikan bimbingan dari 
 mulai menanam pohonnya hingga panen buah jenitri.
Orang
  India yang namanya diganti Mukti itu juga menampung buah jenitri untuk
  dibawa ke negaranya. Dia menghargai satu butir jenitri begitu tinggi. 
 Hingga kemudian yang menanam pohon jenitri itu bertambah banyak dan  
lahannya makin luas. Masyarakat Desa Penusupan pun kemudian  
beramai-ramai menanam pohon jenitri.
Cara
  menanam juga perlu diperhatikan. Terlebih dahulu membuat lubang 
selebar  30 cm, dengan kedalaman sekitar 30 cm. Lubang tersebut diberi 
pupuk  kandang dan dibiarkan terlebih dahulu selama kurang lebih 10 
hari.  Selanjutnya ditanam dan diberi pupuk untuk kali pertama. Pohon 
jenitri  juga bisa ditanam di pot.

Mata Siwa
Di
  Indonesia, biji titisan Dewa Siwa itu populer dengan nama ganitri,  
genitri, atau jenitri. Indonesia merupakan pengekspor dan produksen  
terbesar di dunia. Pohon jenitri atau bahasa latinnya Elaeocarpus  
ganitrus banyak ditanam di Jawa Tengah, Sumatera, Kalimantan, Bali, dan 
 Timor. Indonesia memasok 70% kebutuhan jenitri yang diekspor dalam  
bentuk butiran biji. Sebanyak 20% pasokan lainnya dari Nepal. Sedangkan 
 India, negara paling banyak menggunakan rudaksa hanya memproduksi 5%.
Menurut
  Ir. Komari, peneliti dari Pusat Penelitian Institut Teknologi Bandung,
  biji-biji jenitri keras dan awet, bisa digunakan untuk 8 generasi.  
Kecuali ukuran, setiap biji memiliki jumlah lekukan atau mukhis berbeda.
  Jumlahnya bervariasi mulai dari 1 hingga 21 mukhis yang memiliki  
perbedaan arti.
INI TINGKATAN JENIDRI
(Mukis yaitu jumlah serat jenidri / garis lekukannya)
(Mukhis rata 2 dibawah 8)
(Mukhis istimewa 8-30 makin tinggi makin langka)
Semakin banyak mukhis harganya kian tinggi.
Manfaat jenitri bukan sekadar alat 'hitung' dalam berdoa laiknya tasbih bagi kaum Muslim atau rosario bagi umat Nasrani.
Biji jenitri juga berfungsi menghilangkan stres ????
Itu
  dibuktikan oleh Dr Suhas Roy dari Benaras Hindu University.  
Penelitiannya mengungkap “utrasum bead“ -sebutan jenitri di Amerika-biji
  jenitri mengirimkan sinyal secara beraturan ke jantung ketika 
digunakan  sebagai kalung. Ia mengatur aktivitas otak yang mengarah pada
 kesehatan  tubuh.
Efek
  itu diperoleh lantaran biji sima-sebutan jenitri di Sulawesi  
Selatan-memiliki sifat kimia dan fisik berupa induksi listrik,  
kapasitansi listrik, pergerakan listrik, dan elektromagnetik. Karena itu
  biji jenitri mempengaruhi sistem otak pusat saat menyebarkan 
rangsangan  bioelektrokimia. Hasilnya, otak merasa tenang dan 
menghasilkan pikiran positif.
Sebetulnya,
  komposisi kimia jenitri tak beda jauh dengan buah lainnya. Antara lain
  50,024% karbon, 17,798% hidrogen, 0,9461% nitrogen, dan 30,4531%  
oksigen. Beberapa elemen mikro dalam biji tanaman anggota famili  
Elaeocarpaceae itu adalah aluminum, kalsium, klorin, tembaga, kobalt,  
nikel, besi, magnesium, mangan, dan fosfor.
Cara Pakai :
Ia
  berguna saat dikalungkan di leher ataupun diminum air rebusan. 
Caranya?  Biji jenitri direndam semalam lalu diminum saat perut kosong.
Itu
  terbukti efektif meredam hipertensi dan menghasilkan perasaan tenang  
dan damai. Dalam 7 hari, tekanan darah turun bila dibarengi dengan  
mengalungkan jenitri di leher. Khasiat lain, jenitri berfungsi sebagai  
pelindung tubuh dari bakteri, kanker, dan pembengkakan.
Begitulah
  riset sahih Singh RK dari Departemen Farmakologi, Banaras Hindu  
University, India. Ia menggunakan berbagai larutan seperti petroleum  
eter, benzena, kloroform, asetone, dan etanol untuk melarutkan 200 mg/kg
  buah jenitri kering. Larutan jenitri hasil perendaman selama 30-45  
menit itu menunjukkan sifat antipembengkakan radang akut dan nonakut  
pada tikus yang dilukai.
Di luar itu, jenitri menghilangkan sakit kepala alias antidepresan dan antiborok pada tikus terinjeksi.
Uji
  praklinis yang melibatkan babi sebagai satwa percobaan, membuktikan  
jenitri mencegah kerusakan paru-paru. Sebelumnya, babi diinduksi pemicu 
 luka, histamin, dan asetilkoline aerosol. Meski diberi zat perusak  
paru-paru, organ pernapasan babi-babi itu tetap baik.
Duduk
  perkaranya karena glikosida, steroid, alkaloid, dan flavonoid yang  
terkandung dalam jenitri melindungi paru-paru. Keempat zat organik itu  
juga bersifat antibakteri. Terhitung 28 jenis bakteri gram positif dan  
negatif enyah oleh ekstrak jenitri antara lain Salmonella typhimurium,  
Morganella morganii, Plesiomonas shigelloides, Shigella flexnerii, dan  
Shigela sonneii. Waw mantep gan !!!!
Menurut
  A B. Ray dari Department of Medicinal Chemistry, Banaras Hindu  
University, India, alkaloid yang terkandung dalam jenitri:  
pseudoepi-isoelaeocarpilin, rudrakine, elaeocarpine, isoelaeocarpine,  
dan elaeocarpiline. Senyawa itu berkhasiat meluruhkan lemak badan.  
Caranya, 25 gram buah Elaeocarpus ganitrus kering, dicuci dan direbus  
dalam 1 gelas air sampai air rebusan tersisa separuh. Setelah air  
rebusan dingin, saring, lalu minum sekaligus. lagi dah!!!!
Pengisap polutan
Cuma itu faedah genitri?
Ada
  lagi peran lain yang dimainkan oleh genitri sebagaimana hasil riset  
Dwiarum Setyoningtyas dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut  
Teknologi Bandung: jenitri sebagai penyerap polutan. Ia membandingkan  
konsentrasi gas sulfur oksida, nitrogen oksida, dan karbon monoksida  
dalam kotak kaca berisi tumbuhan ganatri dengan kotak tanpa tumbuhan.
Ke
  dalam kedua kotak kaca diembuskan emisi gas buang dari hasil 
pembakaran  tiga jenis bahan bakar yang memiliki kandungan biodiesel 
yang berbeda.  Yaitu 10% biodiesel (B-10), 5% biodiesel (B-5), dan 0% 
biodiesel (B-0)  sebagai pembanding. Hasilnya, tingkat pencemaran dari 
ketiga jenis emisi  bahan bakar dalam kotak kaca berisi jenitri tercatat
 lebih rendah  (sulfur oksida 0,81 ? 0,38 ppm, nitrogen oksida 0,49 ? 
0,01 ppm, dan  karbon monoksida 1,36 ? 0,71 ppm).
Bandingkan
  dengan kotak kaca tanpa jenitri yang pencemarannya lebih tinggi. Untuk
  ke-3 zat kimia itu masing-masing 5,15 ? 1,77 ppm, 0,75 ? 0,15 ppm, dan
  2,34 ? 1,36 ppm. Kesimpulannya genitri berperan menurunkan tingkat 
pencemaran. Itu sebabnya, 'Jenitri digunakan sebagai pohon pelindung di 
sepanjang jalan Bandung-Lembang,' kata Eka Budianta, budayawan. 
 
 
0 comments:
Post a Comment