
Dalam
kitab Manasara disebutkan bahwa bentuk candi
merupakan pengetahuan dasar seni bangunan gapura,
yaitu bangunan yang berada pada jalan masuk ke atau keluar
dari suatu tempat, lahan, atau wilayah. Gapura
sendiri bisa berfungsi sebagai petunjuk batas wilayah atau
sebagai pintu keluar masuk yang terletak pada dinding pembatas
sebuah komplek bangunan tertentu. Gapura mempunyai
fungsi penting dalam sebuah kompleks bangunan,
sehingga gapura juga nencerminkan keagungan dari
bangunan yang dibatasinya. Perbedaan kedua bangunan
tersebut terletak pada ruangannya. Candi mempunyai
ruangan yang tertutup, sedangkan ruangan dalam gapura
merupakan lorong yang berfungsi sebagai jalan
keluar-masuk.
Beberapa kitab keagamaan di
India, misalnya Manasara dan Sipa Prakasa, memuat
aturan pembuatan gapura yang dipegang teguh oleh
para seniman bangunan di India. Para seniman pada
masa itu percaya bahwa ketentuan yang tercantum
dalam kitab-kitab keagamaan bersifat suci dan magis. Mereka
yakin bahwa pembuatan bangunan yang benar dan indah mempunyai
arti tersendiri bagi pembuatnya dan penguasa yang
memerintahkan membangun. Bangunan yang dibuat secara
benar dan indah akan mendatangkan kesejahteraan dan
kebahagiaan bagi masyarakat. Keyakinan tersebut
membuat para seniman yang akan membuat gapura
melakukan persiapan dan perencanaan yang matang,
baik yang bersifat keagamaan maupun teknis.
Salah satu
bagian terpenting dalam perencanaan teknis adalah
pembuatan sketsa yang benar, karena dengan sketsa yang benar
akan dihasilkan bangunan seperti yang diharapkan sang seniman.
Pembuatan sketsa bangunan harus didasarkan pada
aturan dan persyaratan tertentu, berkaitan dengan
bentuk, ukuran, maupun tata letaknya. Apabila dalam
pembuatan bangunan terjadi penyimpangan dari
ketentuan-ketentuan dalam kitab keagamaan akan
berakibat kesengsaraan besar bagi pembuatnya dan
masyarakat di sekitarnya. Hal itu berarti bahwa
ketentuan-ketentuan dalam kitab keagamaan tidak dapat diubah
dengan semaunya. Namun, suatu kebudayaan, termasuk seni
bangunan, tidak dapat lepas dari pengaruh keadaan alam dan
budaya setempat, serta pengaruh waktu. Di samping
itu, setiap seniman mempunyai imajinasi dan
kreatifitas yang berbeda.
Sampai saat ini candi masih
banyak didapati di berbagai wilayah Indonesia,
terutama di Sumatra, Jawa, dan Bali. Walaupun
sebagian besar di antaranya tinggal reruntuhan,
namun tidak sedikit yang masih utuh dan bahkan masih
digunakan untuk melaksanakan upacara keagamaan. Sebagai
hasil budaya manusia, keindahan dan keanggunan bangunan candi
memberikan gambaran mengenai kebesaran kerajaan-kerajaan
pada masa lampau.
Candi-candi Hindu di Indonesia
umumnya dibangun oleh para raja pada masa hidupnya.
Arca dewa, seperti Dewa Wishnu, Dewa Brahma, Dewi
Tara, Dewi Durga, yang ditempatkan dalam candi
banyak yang dibuat sebagai perwujudan leluhurnya. Bahkan
kadang-kadang sejarah raja yang bersangkutan dicantumkan dalam
prasasti persembahan candi tersebut. Berbeda dengan
candi-candi Hindu, candi-candi Buddha umumnya dibangun
sebagai bentuk pengabdian kepada agama dan untuk
mendapatkan ganjaran. Ajaran Buddha yang tercermin
pada candi-candi di Jawa Tengah adalah Buddha
Mahayana, yang masih dianut oleh umat Buddha di
Indonesia sampai saat ini. Berbeda dengan aliran Buddha
Hinayana yang dianut di Myanmar dan Thailand.
Dalam situs
web ini, deskripsi mengenai candi di Indonesia dikelompokkan
ke dalam: candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta, candi di Jawa
Timur candi di Bali dan candi di Sumatra. Walaupun
pada masa sekarang Jawa Tengah dan Yogyakarta
merupakan dua provinsi yang berbeda, namun dalam
sejarahnya kedua wilayah tersebut dapat dikatakan
berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Hindu,
yang sangat besar peranannya dalam pembangunan candi di
kedua provinsi tersebut. Pengelompokan candi di Jawa Tengah
dan Yogyakarta berdasarkan wilayah administratifnya saat
ini sulit dilakukan, namun, berdasarkan
ciri-cirinya, candi-candi tersebut dapat
dikelompokkan dalam candi-candi di wilayah utara dan
candi-candi di wilayah selatan.
Candi-candi yang
terletak di wilayah utara, yang umumnya dibangun oleh Wangsa
Sanjaya, merupakan candi Hindu dengan bentuk bangunan yang
sederhana, batur tanpa hiasan, dan dibangun dalam
kelompok namun masing-masing berdiri sendiri serta
tidak beraturan beraturan letaknya. Yang termasuk
dalam kelompok ini, di antaranya: Candi Dieng dan
Candi Gedongsanga. Candi di wilayah selatan, yang
umumnya dibangun oleh Wangsa Syailendra, merupakan
candi Buddha dengan bentuk bangunan yang indah dan
sarat dengan hiasan. Candi di wilayah utara ini umumnya
dibangun dalam kelompok dengan pola yang sama, yaitu candi
induk yang terletak di tengah dikelilingi oleh barisan candi
perwara. Yang termasuk dalam kelompok ini, di
antaranya: Candi Prambanan, Candi Mendut, Candi
Kalasan, Candi Sewu, dan Candi Borobudur.
Candi-candi di Jawa Timur
umumnya usianya lebih muda dibandingkan yang
terdapat di Jawa Tengah dan Yogyakarta, karena
pembangunannya dilakukan di bawah pemerintahan
kerajaan-kerajaan penerus kerajaan Mataram Hindu, seperti
Kerajaan Kahuripan, Singasari, Kediri dan Majapahit. Bahan
dasar, gaya bangunan, corak dan isi cerita relief
candi-candi di Jawa Timur sangat beragam, tergantung
pada masa pembangunannya. Misalnya, candi-candi yang
dibangun pada masa Kerajaan Singasari umumnya
dibuat dari batu andesit dan diwarnai oleh ajaran
Tantrayana (Hindu-Buddha), sedangkan yang dibangun
pada masa Kerajaan Majapahit umumnya dibuat dari bata
merah dan lebih diwarnai oleh ajaran Buddha.
Candi-candi di
Bali umumnya merupakan candi Hindu dan sebagian besar masih
digunakan untuk pelaksanaan upacara keagamaan hingga saat
ini. Di Pulau Sumatra terdapat 2 candi Buddha yang
masih dapat ditemui, yaitu Candi Portibi di Provinsi
Sumatra Utara dan Candi Muara Takus di Provinsi
Riau.
Sebagian candi di
Indonesia ditemukan dan dipugar pada awal abad ke-20. Pada
tanggal 14 Juni 1913, pemerintah kolonial Belanda membentuk
badan kepurbakalaan yang dinamakan Oudheidkundige
Dienst (biasa disingkat OD), sehingga penanganan
atas candi-candi di Indonesia menjadi lebih
intensif. Situs web ini direncanakan akan memuat
deskripsi seluruh candi yang ada di Indonesia, namun
saat ini belum semua candi dapat terliput.
Terminologi
Candi juga berasal dari kata
“Candika” yang berarti nama salah satu perwujudan Dewi Durga sebagai
Dewi kematian. Karenanya candi selalu dihubungkan dengan monumen tempat
pedharmaan untuk memuliakan Raja Anumerta (yang sudah meninggal)
contohnya candi Kidal untuk memuliakan Raja Anusapati.
Penafsiran yang berkembang di
luar negeri adalah; istilah 'candi' hanya merujuk kepada bangunan
peninggalan era Hindu-Buddha di Nusantara, yaitu di Indonesia dan
Malaysia saja (contoh: Candi Lembah Bujang di Kedah). Akan tetapi dari
sudut pandang Bahasa Indonesia, istilah 'candi' juga merujuk kepada
semua bangunan bersejarah Hindu-Buddha di seluruh dunia; tidak hanya di
Indonesia dan Malaysia, tetapi juga Kamboja dan India, seperti candi
Angkor Wat di Kamboja dan candi Khajuraho di India.
Fungsi dan Jenis
Selain itu candi pula berfungsi sebagai:
- Candi Stupa: didirikan sebagai lambang Budha, contoh: candi Borobudur
- Candi Pintu Gerbang: didirikan sebagai gapura atau pintu masuk, contoh: candi Bajang Ratu
- Candi Balai Kambang / Tirta: didirikan didekat / di tengah kolam, contoh: candi Belahan dan candi Tikus
- Candi Pertapaan: didirikan di lereng – lereng tempat Raja bertapa, contoh: candi Jalatunda
- Candi Wihara: didirikan untuk tempat para pendeta bersemedhi, contoh: candi Sari dan Plaosan
- Kaki candi adalah bagian dasar sekaligus membentuk denahnya (berbentuk segi empat, ujur sangkar atau segi 20)
- Tubuh candi. Terdapat kamar–kamar tempat arca atau patung
- Atap candi: berbentuk limasan, bermahkota stupa, lingga, ratna atau wajra
Ada dua system dalam pengelempokan atau tata letak kompleks candi, yaitu:
- Sistem Konsentris (hasil pengaruh dari India) yaitu posisi candi induk berada di tengah–tengah anak–anak candi (candi perwara), contohnya kelompok candi Prambanan
- System Berurutan (hasil kreasi asli Indonesia) yaitu posisi candi induk berada di belakang anak–anak candi, contohnya candi Penataran
Bangunan candi terbagi menjadi:
- Candi Kerajaan, yaitu yang digunakan oleh seluruh warga kerajaan. Contoh: C.Borobudur, C.Prambanan, C.Sewu, C.Plaosan (Jawa Tengah), C.Panataran di Jawa Timur.
- Candi Wanua/watak,yaitu candi yang digunakan oleh seluruh masyarakat pada daerah tertentu pada suatu kerajaan. Contoh:candi yang berasal dari masa Majapahit,C.Sanggrahandi (Tulung Agung, Jawa Tengah), C.Gebang (Yogya),C.Pringapus (tulung Agung, Jawa Tengah).
- Candi pribadi, yaitu candi yang digunakan untuk mendharmakan seorang tokoh. Contoh: C.Kidal (pendharmaan Anusapati,raja Singhasari), C.Jajaghu (Pendharmaan Wisnuwardhana,raja Singhasari), C.Ngrimbi (pendharmaan Tribuanatunggadewi, ibu Hayam Wuruk),C. Tegawangi (pendharmaan Bhre Matahun), dan C. Surawana (pendharmaan Bhre Wengker).
pnri.go.id
wikipedia indonesia
0 comments:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.