TIGA pekerja sedang duduk. Ada yang mengupas kulit jengkol,
merapikannya, dan ada yang mengiris tipis-tipis. Jengkol itu nantinya
digoreng, dicampur dengan racikan bumbu pedas khusus, dan dimasukkan
dalam kemasan masing-masing seberat 95 gram.
Harga per bungkusnya
dijual antara Rp 9 ribu dan Rp 10 ribu. Hanya ada rasa pedas. Namun,
rasa pedas itu bercampur dengan rasa gurih dan manis. Pemilik bisnis
keripik jengkol ini, Indra Budiman, memberinya nama jengkol criukk. Penjualannya bahkan sudah mencapai Malaysia dan Australia.
Indra baru memulai bisnis jengkol criukk
pada November tahun lalu. Pada awalnya, pria berusia 30 tahun ini hobi
memakan jengkol. Namun, jengkol itu dikonsumsinya secara diam-diam tanpa
setahu sang istri, Maria.
"Istri marah kalau saya makan jengkol.
Selesai makan jengkol, saya tidak boleh ke kamar mandi di rumah. Tapi
mertua pernah memberi saya jengkol karena tahu itu makanan kesukaan
saya. Jelas tanpa setahu istri," katanya seraya tersenyum ketika ditemui
Tribun di rumahnya, di Jalan Sirnagalih No 175, Bandung, Senin (4/6) siang.
Indra
mengatakan, suatu hari dia berinisiatif untuk mencoba menjual jengkol.
Inisiatif itu didiskusikan dengan istrinya terlebih dulu. Indra pun
mencoba membuat keripik jengkol sebanyak satu kilogram. Jengkol itu
kemudian dicampur dengan bumbu pedas.
Sejak saat itu, Indra
justru mengaku bosan mengonsumsi jengkol. Sebaliknya, istrinya mulai
menyukai jengkol setelah berbentuk keripik. Karena merasa rasanya enak,
ayah satu anak ini mulai memberinya kemasan yang khusus dipesan dari
Jakarta.
"Sekarang saya membuatnya antara 30 dan 40 kilogram per
hari, dibantu beberapa orang. Dari jengkol sebanyak itu, bisa dihasilkan
rata-rata 200 bungkus. Saya memilih jengkol, baru dipandang sebagian
orang. Tapi setelah dikemas dan dicicipi, pasti ketagihan," ujarnya.
Proses pembuatan jengkol criukk sederhana.
Jengkol yang baru dibeli di pasar dikupas, dicuci, dan dipotong.
Potongan jengkol ini direndam sebentar sebelum digoreng. Baru dicampur
ke bumbu pedas racikan sendiri setelah digoreng. Keripik jengkol ini
tanpa bahan pengawet.
"Semua bahannya fresh. Kalau
jengkol ditahan sehari, bisa mengerut. Saya kasih kemasan dari
aluminium. Selain untuk kebersihan, juga biar tampak unik. Kemasan ini
juga kedap udara, dan jengkolnya masih laik dimakan sampai tiga pekan,"
katanya.
Pengiriman ke Malaysia sendiri sudah dilakukan sekitar
dua bulan. Ke Australia, sudah dikirim sejak 1,5 bulan lalu. Selain itu,
Indra memenuhi pesanan ke Jakarta, Medan, Surabaya, dan Kalimantan. Dia
mengaku dalam sebulan bisa mengantongi omzet mencapai Rp 40 juta.
"Selain
membuat keripik jengkol, saya juga bikin keripik usus ayam. Ada usus
basah dan usus tepung, bisa dikonsumsi pakai nasi. Saya juga menjualnya
via online. Harga keripik usus lebih mahal karena proses pembuatannya
lebih sulit," ujar lelaki yang juga pemilik bengkel las ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment